Ada do’a menjelang tidur yang didahului oleh ucapan
hamdalah. Bukan basmalah. Kita memuji Allah Ta’ala, mensyukuri nikmat-Nya dan
lebih utama lagi mengingat seraya menghayati betul betapa berharganya nikmat
yang telah Allah Ta’ala berikan, terutama nikmat tempat tinggal yang aman
melindungi saat kita hendak tidur.
Rasulullah shallaLlahu ‘alaihi wa
sallam mengajarkan do’a sebagai berikut:
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِى
أَطْعَمَنَا وَسَقَانَا وَكَفَانَا وَآوَانَا فَكَمْ مِمَّنْ لاَ كَافِىَ لَهُ
وَلاَ مُئْوِىَ
“Segala puji bagi Allah Yang
telah memberi makan dan minum kepada kami, mencegah kami (dari segala
keburukan) dan menampung kami (dalam tempat-tempat tinggal). Alangkah banyaknya
orang yang tidak memiliki pencegah dan penampung.” (HR. Muslim, Abu Dawud
dan Tirmidzi).
Berangkat tidur dalam keadaan tidak
didera rasa lapar yang sangat sehingga sulit memejamkan mata, merupakan nikmat yang sangat besar. Alangkah banyak orang yang tidak
mendapatkan sekedar pengganjal perut di saat sangat memerlukan sehingga
berangkat tidur dalam keadaan gemetar lapar. Adapun tidur dalam keadaan
kenyang, padahal ia tahu ada tetangga yang kelaparan, merupakan hal buruk.
Tidak beriman orang yang tidur dalam keadaan kenyang, sementara ia mengetahui
ada tetangganya yang kelaparan.
Perlu kita bedakan antara tidak
lapar dengan kenyang. Salah satu nikmat adalah tidur dalam keadaan tidak lapar,
tetapi bukan berarti dalam keadaan kenyang.
Dari Anas bin Malik radliyallahu
anhu, dari Rasulullah shallaLlahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا آمَنَ بِى مَنْ بَاتَ شَبْعَانٌ
وَ جَارُهُ جَائِعٌ إِلَى جَنْبِهِ وَ هُوَ يَعْلَمُ
“Tidaklah beriman kepadaku
seseorang yang bermalam dalam keadaan kenyang padahal tetangganya yang di sampingnya dalam
keadaan lapar sedangkan ia mengetahuinya.” (HR. Thabrani).
Di dalam hadits shahih yang lainnya
bahkan ada peringatan yang lebih tegas. Saya merinding membacanya dan khawatir
kalau-kalau termasuk di dalamnya. Rasulullah shallaLlahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
لَيْسَ الْـمُؤْمِنُ الَّذيْ يَشْبَعُ
وَجَارُهُ جَائِعٌ إلَى جَنْبِهِ
“Bukan mukmin, orang yang kenyang
perutnya sedang tetangga
sebelahnya kelaparan” (HR. Baihaqi).
Ibnu Katsir rahimahullah ta’ala
menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan al-jar al-junub (tetangga
jauh) adalah tetangga yang tidak memiliki hubungan kekerabatan. Ini sebagaimana
riwayat dari ‘Ali bin Abi Thalhah dari Ibnu Abbas. Tetangga jauh juga bermakna
tetangga yang tidak beragama Islam, baik Yahudi maupun Nasrani yang tidak
memusuhi Islam. Nah, jika memperhatikan yang haknya sebagai tetangga lebih
kecil saja menjadi ukuran beriman tidaknya seseorang, apalagi terhadap al-jar
dzul qurba (tetangga dekat) yang memiliki hak jauh lebih besar. Yang
dimaksud al-jar dzul qurba atau tetangga dekat adalah tetangga
yang memiliki hubungan kerabat. Makna lainnya, tetangga yang seiman dengan
kita.
Masih berkaitan dengan makanan dan
tetangga, Rasulullah shallaLlahu alaihi wa sallam menasehatkan kepada Abu Dzar
radhiyallahu ‘anhu:
يَا أَبَا ذَرٍّ، إِذَا طَبَخْتَ
مَرَقَةً فَأَكْثِرْ مَاءَهَا، وَتَعَاهَدْ جِيْرَانَكَ
“Wahai Abu Dzar, jika engkau
memasak maraq, maka perbanyaklah kuahnya, dan hadiahkanlah kepada tetanggamu.”
(HR Muslim).
Maraq adalah masakan berkuah;
sejenis soup yang aromanya kuat. Secara lebih luas maknanya mencakup segala
jenis masakan berkuah, mengundang selera dan aromanya kuat. Lebih-lebih jika
tetangga yang paling dekat rumahnya dengan kita kecil sekali kemungkinannya untuk
dapat menikmati makanan semacam itu disebabkan oleh kemiskinan mereka,
misalnya. Padahal masakan tersebut sangat menggoda selera. Aroma menggoda di
malam hari, terlebih di saat mereka tidak mampu untuk sekedar mendapatkan
pengganjal perut agar tidak terlampau lapar saat mau tidur, merupakan
penghalang untuk dapat segera beristirahat.
Maka tatkala kita dapat berangkat ke
pembaringan dalam keadaan tidak lapar, terlindung, aman dan nyaman, sepatutnya
kita bermunajat mengucapkan do’a menjelang tidur dengan diawali pujian kepada
Allah Ta’ala sebagaimana tuntunan Rasulullah shallaLlahu ‘alaihi wa
sallam tersebut. Semoga kita tertidur lelap dalam keadaan bersyukur
kepada Allah Ta’ala, tenang dan bahagia.
Wallahu a’lam bish-shawab.
Sumber : Fanpage Muhammad Fauzil Adhim
Tidak ada komentar:
Write komentar