we are

Senin, 05 September 2016

Mengajari Anak Bersyukur Sebelum Tidur

Posted by   on

Ada do’a menjelang tidur yang didahului oleh ucapan hamdalah. Bukan basmalah. Kita memuji Allah Ta’ala, mensyukuri nikmat-Nya dan lebih utama lagi mengingat seraya menghayati betul betapa berharganya nikmat yang telah Allah Ta’ala berikan, terutama nikmat tempat tinggal yang aman melindungi saat kita hendak tidur.


Rasulullah shallaLlahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan do’a sebagai berikut:
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِى أَطْعَمَنَا وَسَقَانَا وَكَفَانَا وَآوَانَا فَكَمْ مِمَّنْ لاَ كَافِىَ لَهُ وَلاَ مُئْوِىَ
Segala puji bagi Allah Yang telah memberi makan dan minum kepada kami, mencegah kami (dari segala keburukan) dan menampung kami (dalam tempat-tempat tinggal). Alangkah banyaknya orang yang tidak memiliki pencegah dan penampung.” (HR. Muslim, Abu Dawud dan Tirmidzi).
Berangkat tidur dalam keadaan tidak didera rasa lapar yang sangat sehingga sulit memejamkan mata, merupakan nikmat yang sangat besar. Alangkah banyak orang yang tidak mendapatkan sekedar pengganjal perut di saat sangat memerlukan sehingga berangkat tidur dalam keadaan gemetar lapar. Adapun tidur dalam keadaan kenyang, padahal ia tahu ada tetangga yang kelaparan, merupakan hal buruk. Tidak beriman orang yang tidur dalam keadaan kenyang, sementara ia mengetahui ada tetangganya yang kelaparan.
Perlu kita bedakan antara tidak lapar dengan kenyang. Salah satu nikmat adalah tidur dalam keadaan tidak lapar, tetapi bukan berarti dalam keadaan kenyang.
Dari Anas bin Malik radliyallahu anhu, dari Rasulullah shallaLlahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا آمَنَ بِى مَنْ بَاتَ شَبْعَانٌ وَ جَارُهُ جَائِعٌ إِلَى جَنْبِهِ وَ هُوَ يَعْلَمُ
Tidaklah beriman kepadaku seseorang yang bermalam dalam keadaan kenyang padahal tetangganya yang di sampingnya dalam keadaan lapar sedangkan ia mengetahuinya.” (HR. Thabrani).
Di dalam hadits shahih yang lainnya bahkan ada peringatan yang lebih tegas. Saya merinding membacanya dan khawatir kalau-kalau termasuk di dalamnya. Rasulullah shallaLlahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَيْسَ الْـمُؤْمِنُ الَّذيْ يَشْبَعُ وَجَارُهُ جَائِعٌ إلَى جَنْبِهِ
Bukan mukmin, orang yang kenyang perutnya sedang tetangga sebelahnya kelaparan” (HR. Baihaqi).
Ibnu Katsir rahimahullah ta’ala menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan al-jar al-junub (tetangga jauh) adalah tetangga yang tidak memiliki hubungan kekerabatan. Ini sebagaimana riwayat dari ‘Ali bin Abi Thalhah dari Ibnu Abbas. Tetangga jauh juga bermakna tetangga yang tidak beragama Islam, baik Yahudi maupun Nasrani yang tidak memusuhi Islam. Nah, jika memperhatikan yang haknya sebagai tetangga lebih kecil saja menjadi ukuran beriman tidaknya seseorang, apalagi terhadap al-jar dzul qurba (tetangga dekat) yang memiliki hak jauh lebih besar. Yang dimaksud al-jar dzul qurba atau tetangga dekat adalah tetangga yang memiliki hubungan kerabat. Makna lainnya, tetangga yang seiman dengan kita.
Masih berkaitan dengan makanan dan tetangga, Rasulullah shallaLlahu alaihi wa sallam menasehatkan kepada Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu:
يَا أَبَا ذَرٍّ، إِذَا طَبَخْتَ مَرَقَةً فَأَكْثِرْ مَاءَهَا، وَتَعَاهَدْ جِيْرَانَكَ
Wahai Abu Dzar, jika engkau memasak maraq, maka perbanyaklah kuahnya, dan hadiahkanlah kepada tetanggamu.” (HR Muslim).
Maraq adalah masakan berkuah; sejenis soup yang aromanya kuat. Secara lebih luas maknanya mencakup segala jenis masakan berkuah, mengundang selera dan aromanya kuat. Lebih-lebih jika tetangga yang paling dekat rumahnya dengan kita kecil sekali kemungkinannya untuk dapat menikmati makanan semacam itu disebabkan oleh kemiskinan mereka, misalnya. Padahal masakan tersebut sangat menggoda selera. Aroma menggoda di malam hari, terlebih di saat mereka tidak mampu untuk sekedar mendapatkan pengganjal perut agar tidak terlampau lapar saat mau tidur, merupakan penghalang untuk dapat segera beristirahat.
Maka tatkala kita dapat berangkat ke pembaringan dalam keadaan tidak lapar, terlindung, aman dan nyaman, sepatutnya kita bermunajat mengucapkan do’a menjelang tidur dengan diawali pujian kepada Allah Ta’ala sebagaimana tuntunan Rasulullah shallaLlahu ‘alaihi wa sallam tersebut. Semoga kita tertidur lelap dalam keadaan bersyukur kepada Allah Ta’ala, tenang dan bahagia.
Wallahu a’lam bish-shawab.
Sumber : Fanpage Muhammad Fauzil Adhim

Tidak ada komentar:
Write komentar

Hey, we've just launched a new custom color Blogger template. You'll like it - https://t.co/quGl87I2PZ
Join Our Newsletter