Tak
jarang di saat kita baru saja pulang dari kantor atau datang dari luar kota,
anak-anak berhambur mengerubuti kita, menyambut sang ayah dengan penuh
kegembiraan. Kepenatan terkadang menyulitkan kita untuk memahami sambutan itu bahkan untuk sekedar sebuah sunggingan
senyum di bibir. Ingin rasanya segera berbaring melepas lelah.
Ayah,
Bersabarlah Sedikit…
Ayah….sesungguhnya
kita pernah mengalami suasana yang sama. Setiap kita pernah melewati masa-masa
seperti ini. Masa di mana kita masih kanak-kanak. Rengkuhan kelembutan sentuhan ibu
terasa kurang tanpa kokohnya sentuhan ayah. Ketika hujan lebat dengan petir
yang menggelegar sambut menyambut, dan kita hanya tinggal di rumah bersama ibu,
apa yang kita rasakan ? Perasaan takut dan merasa tidak aman terselip di hati
kita. Begitu ayah pulang, kita akan dapat merasakan perubahan yang luar biasa
di hati kita. Sebuah perasaan aman dan terlindungi.
Ayah…tidak
ada yang berubah dalam diri setiap anak-anak dari dulu hingga hari ini. Kalau
kita mau berdiam sesaat membayangkan harapan-harapan
ideal kita terhadap ayah
dahulu, hari ini pun anak-anak kita memiliki impian dan harapan yang serupa. Mungkin
kita dahulu mengalami banyak kekecewaan dalam berharap kepada ayah,
kehadirannya, kebersamaannya, sentuhannya, dekapannya, atau apa pun yang kita
harapkan dari sosok figur seorang ayah ideal yang tidak pernah kita nikmati.
Menjadi sangat tidak adil kalau kemudian kita pun memberikan porsi yang sama
kepada anak-anak kita.
Ayah…Isteri
kita telah menggendong setiap anak kita tanpa ia lepas 9 bulan lamanya. Ia pun
telah menggendong anak kita dalam susuan selama 2 tahun lamanya. Coba kita
rasakan….ketika kita memberi dekapan dan gendongan kepadanya hanya dalam
beberapa menit saja…anak kita begitu gembira. Dia tidak butuh dekapan dan
gendongan kita seharian penuh. Dia hanya butuh dekapan dan gendongan kita
beberapa saat saja.
Ayah…
kalau kita dapat bertahan sehari penuh dengan pekerjaan di kantor yang
menjemukan kita. Berwajah ramah dengan atasan di saat kita sedang jengkel
kepadanya, hanya untuk sebuah posisi dan kredibilitas kerja kita. Hari ini
ayah…kita coba berpikir sejenak seperti apa kita bisa memberikan sebuah
senyuman dan dekapan
hangat penuh kasih sayang kepada
anak-anak kita ditengah penatnya tubuh dan jiwa ini. Bukan karena posisi dan
kredibilitas kita dihadapan atasan dan rekan kerja kita. Tapi karena ini bagian
dari tanggung jawab kita kepada Allah Subhanawata’ala.
يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ
عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ
مَا يُؤْمَرُونَ
“Wahai orang-orang
yang beriman, jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka yang
bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang
kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang
diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (At-Tahrim:
6)
Ayah…,
berapa usia kita saat ini ? Hasan bin Ali Radhiallahu’anhu lahir pada tahun 3
Hijriah. Itu artinya kalau ia sedang lucu-lucunya dan senang sekali di gendong
Rasulullah, pada saat usianya 3-5 tahun. Kejadian-kejadian ia bermain di
punggung Rasul, di gendong oleh rasul sekitar tahun 6 – 8 Hijriah. Artinya usia
Rasulullah pada saat itu adalah 59 – 61 tahun. Ok…ayah mari kita bayangkan
sebuah peristiwa pada hadits di bawah ini,
عَنْ
عَبْدِ اللَّهِ بْنِ جَعْفَرٍ , قَالَ : ” كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ إِذَا قَدِمَ مِنْ سَفَرٍ تُلُقِّيَ بِصِبْيَانِ أَهْلِ بَيْتِهِ , وَأَنَّهُ
قَدِمَ مِنْ سَفَرٍ فَسُبِقَ بِي إِلَيْهِ فَحَمَلَنِي بَيْنَ يَدَيْهِ , ثُمَّ جِيءَ
بِأَحَدِ ابْنَيْ فَاطِمَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا ، فَأَرْدَفَهُ خَلْفَهُ , قَالَ
: فَدَخَلْنَا الْمَدِينَةَ ثَلاثَةً عَلَى دَابَّةٍ ” , رَوَاهُ مُسْلِمٌ فِي الصَّحِيحِ
Dari Abdullah bin
Ja’far Radiallahu’anhu ia berkata : Apabila Rasulullah saw. “pulang dari suatu
bepergian, biasanya beliau disambut oleh anak-anak anggota keluarganya. Suatu
hari beliau pulang dari bepergian dan aku lebih dahulu menyambut beliau. Lalu aku digendong beliau. Kemudian salah seorang anak
Fathimah Radiallahu’anha menyambutnya. Diapun digendongnya di belakang.
Kemudian kami bertiga memasuki kota Madinah di atas
binatang tunggangan.”(Shahih Muslim 4455)
Hmm….Yah…apa
yang terbayang oleh kita sekarang ? Seorang laki-laki berusia antara 59 – 61
tahun, baru saja balik dari sebuah perjalanannya, lalu di sambut oleh keponakan
dan cucu-cucunya. Lalu lelaki ini menggendong keponakannya di depan dan
menggendong cucunya di belakang….
Ayah….itulah
yang di lakukan seorang Muhammad Shalallahu’alaihi wasallam di
tengah kepenatannya setelah bepergian. Kenapa kita tidak
coba belajar untuk memulainya?.
Ditulis
: Elvin SasmitaSumber : parentingnabawiyah.com
Tidak ada komentar:
Write komentar